Di tengah alun-alun selatan Jogja (warga dan pendatang di Jogja biasa menyebutnya alun-alun kidul atau alkid), terdapat dua beringin kembar yang konon telah berusia ratusan tahun. Permainan masangin mengharuskan pesertanya untuk bisa berjalan lurus diantara dua pohon itu dengan mata tertutup. Sekalipun peserta pada awal berjalan merasa sudah lurus, namun di tengah jalan, sebagian besar dari mereka akan berbelok ke arah lain. Sangat jarang sekali orang bisa menembus ilmu pengasihan tatapan mata dua ringin kurung itu pada percobaan pertama.
Selain mengasyikkan, permainan masangin rupanya menyimpan mitos tersendiri. Dikatakan, jika seseorang bisa berjalan lurus menembus dua pohon itu, maka keinginannya apapun akan terkabul. Mungkin karena mitos ini, masangin menjadi permainan yang amat digemari para wisatawan di Jogja, sekalipun tidak gampang melakukannya.
Menurut KHT Ruspudio Dipuro, spiritualis asal Kotagede, gagal berhasilnya seseorang ber-masangin merupakan pertanda ‘bersih’ tidaknya jiwa orang tersebut. Namun, jika “dibantu” oleh jin yang katanya menghuni pohon beringin tersebut, maka menembus ringin kurung menjadi semudah berjalan biasa. Menurut spiritualis ini, jin alun-alun kidul hanya mau membantu orang-orang yang ‘bersih’.
“Orang melihat kawasan Alun-alun Selatan hanya bangunan biasa. Tapi kalau dilihat dari kacamata batin, ada kehidupan dunia lain,” ujarnya.
Hal tersebut bukannya tanpa alasan. Dulu, menurut cerita yang beredar dari mulut ke mulut, kejadian bermula saat putri Sultan Hamengku Buwono I dilamar oleh seorang pemuda. Karena tidak mencintainya, sang putri meminta pemuda itu untuk berjalan dari utara ke selatan, menembus dua pohon beringin, dengan mata tertutup. Sri Sultan mengatakan hanya orang berhati ‘bersih’ yang sanggup melakukannya. Ternyata pemuda itu gagal.
Ada lagi mitos tentang beringin kembar yang dianggap pintu gerbang menuju kerajaan laut selatan. Mitos ini berkembang di masa pemerintahan Hamengku Buwono VI.
Mitos-mitos tersebut memang tidak dapat dibuktikan, dan terserah kepada masing-masing pribadi untuk percaya atau tidak. Yang jelas, menilik dari sejarah, peranan alun-alun selatan dalam Keraton Ngayogyakarta memang tidak main-main. Dulu, di jaman Sultan Hamengku Buwono VII, tempat itu adalah lokasi latihan baris berbaris prajurit kerajaan. Setiap Senin dan Kamis siang diselenggarakan lomba panahan dengan target di sebelah utara beringin, bahkan pernah pula lomba adu harimau. Alun-alun selatan juga merupakan tempat pertemuan abdi ndalem dan wedana prajurit pada malam 23, 25, 27 dan 29 Ramadhan. Di masa Hamengku Buwono VIII, kegiatan-kegiatan ini mulai dihentikan.
Dapatkan Sample GRATIS Produk sponsor di bawah ini, KLIK dan lihat caranya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.